Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 16 Desember 2013

budaya temanten tulungagung

Tradisi Temanten Kucing Rakyat Tulungagung

Posted by luckiestgirl84 | December 9, 2013 0
“Temanten kucing” atau masyarakat biasanya menyebutnya sebagai “Mantenan kucing” sesungguhnya merupakan tradisi desa Pelem Kecamatan Campur Darat kabupaten Tulungagung Jawa Timur yang dilaksanakan secara turun temurun dari nenek moyangnya.
Tradisi itu merupakan tradisi untuk memohon hujan manakala terjadi musim kemarau panjang. Tradisi Temanten Kucing ini sesuai dengan namanya merupakan tradisi yang unik yang memiliki tata cara tersendiri namun tidak meninggalkan kesan sakral.
Menurut cerita, tradisi ini diawali oleh seseorang yang bernama eyang   Eyang Sangkrah pembabat alas desa setempat Kala itu, terjadi musim kemarau panjang yang membuat persawahan, sungai, dan telaga (kolam air untuk minum warga) kering. Para penduduk yang ma­yoritas bekerja sebagai petani pun resah. Beberapa ritual keper­cayaan telah dilakukan dengan tujuan agar hujan segera turun. Namun tak setitik air pun turun meski semua warga desa me­mohon pada sang pencipta.
Ditengah-tengah kegelisahan tersebut tanpa sengaja saat Eyang Sangkrah mandi di sen­dang. Tiba-tiba kucing Condro-mowo (kucing yang memiliki tiga warna berbeda) miliknya ikut mandi.
Sepulang Eyang Sangkrah memandikan kucing di telaga, tak lama berselang, di kawasan Desa Pelem turun hujan deras. Terang saja, warga yang sudah lama menunggu-nunggu turun­nya hujan tak bisa menyembu­nyikan rasa riangnya. “Mereka yakin, hujan turun ini ada kaitannya dengan Eyang Sangkrah yang baru saja memandikan kucing Condromowo.
Ketika Desa Pelem dijabat Demang Sutomejo pada 1926, desa ini kembali dilanda kemarau panjang. Saat itulah, Eyang Sutomejo mendapat wangsit untuk me­mandikan kucing di telaga. Maka, dicarilah dua ekor kucing Condro-mowo yang diambil dari arah barat dan timur desa. Lalu, dua ekor kucing itu dimandikan di Coban yang berjarak sekitar satu kilo meter dari desa Palem. Dan, beberapa hari kemudian hujan mulai meng­guyur di Desa Pelem dan seki­tarnya.
Sejak saat itu, jika musim ke­marau panjang melanda desa Pelem, warga akan meminta ke­pala desa menggelar ritual ter­sebut. Namun upacara Temanten kucing sekarang berbeda dengan yang dulu, ini dikarenakan jaman yang telah berkembang maka tradisi ini pun bergeser.
Berikut erupakan prosesi Temanten Kucing yang di gelar saat ini:
Prosesi “Temanten Kucing” diawali dengan mengirab sepasang kucing jantan dan betina kucing warna putih yang dimasukkan dalam keranji.
Dua ekor kucing itu dibawa sepasang “pengantin” laki-laki dan wanita. Di belakangnya, berderet tokoh-tokoh desa yang mengenakan pakaian adat Jawa. Sebelum dipertemukan, pasangan “Temanten Kucing” dimandikan di telaga Coban. Secara bergantian, kucing jantan dan kucing betina dikeluarkan dari dalam keranji. Lalu, satu per satu dimandikan dengan menggunakan air telaga yang sudah ditaburi kembang.
Usai dimandikan, kedua kucing diarak menuju lokasi pelaminan. Di tempat yang sudah disiapkan aneka sesajian itu, pasangan kucing jantan dan betina itu “dinikahkan”. Sepasang laki-laki dan perempuan yang membawa kucing, duduk bersanding di kursi pelaminan. Sementara dua Temanten kucing berada di pangkuan kedua laki-laki dan wanita yang mengenakan pakian pengantin itu. Upacara pernikahan ditandai dengan pembacaan doa-doa yang dilakukan sesepuh desa setempat. Tak lebih dari 15 menit, upacara pernikahan pengantin kucing usai.
Lalu, prosesi “Temanten Kucing” dilanjutkan dengan pagelaran seni tradisional Tiban dan pagelaran langen tayub. Dalam seni tradisional Tiban, beberapa warga saling adu kekuatan dengan saling cambuk menggunakan lidi pohon aren yang dipilin. Tanpa mengenakan baju, sepasang warga bergantian adu cambuk hingga berdarah-darah. “Seni Tiban ini merupakan bagian tak terpisahkan dari upacara “Temanten Kucing”. Ini juga bagian dari ritual untuk memohon turunnya hujan.
Seni Tiban ini kemudian dirangkaikan dengan pagelaran langen tayub. Beberapa warga laki-laki dan wanita berpakaian adat Jawa menari-nari diiringi alunan gendhing-gendhing Jawa.
setelah upacara memandikan kucing selesai, warga desa akan langsung berebut air bekas me­mandikan kucing itu. Mereka per­caya dengan membasuh muka dengan air, mereka akan men­dapat berkah. Bahkan ada juga yang berharap bisa awet muda. Selain air, kucing yang dipakai untuk ritual juga akan diperebut­kan untuk dijadikan hewan pe­liharaan, dengan harapan akan mendatangkan rejeki bagi sang pemilik.
Saat ini tradisi Temanten Kucing rutin di lakukan pada musim kemarau oleh PEMDA Tulungagung, biasanya arak arak arakan dimulai dari PEMDA mengitari alun – alun lalu fininis di pendopo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About